Resensi buku

Kamis, 06 September 2012

Tak Ada Tempat Untukmu Lagi

Aku tidak pernah menyesal pernah mengenalmu, sungguh tak pernah. Tapi, untuk menerimamu kembali di hidupku…. Aku tak punya kesempatan kedua untukmu.

“Kita sudah berakhir,” kataku tegas. Cukup tegas hingga membuat lelaki di depanku tertunduk lesu.

“Tapi, aku sudah berubah. Aku bukan lagi lelaki yang sama dengan setahun yang lalu. Bukan lagi lelaki yang cemburuan, egois, dan posesif,” katanya dalam.
Aku tersenyum. “Relakanlah semua. Kita sudah berakhir. Aku akan selalu berdoa untuk kebahagiaanmu.”

Dia bergerak untuk memegang tanganku, menggenggamnya erat hanya sekadar untuk meyakinkanku bahwa dia benar-benar ingin kembali padaku. “Sampai detik ini, kau masih kuanggap bintang yang paling bersinar di antara sinar langit lainnya.”

Aku melepas genggamannya, pelan. Lalu aku menggeleng seraya ikut meyakinkannya, “Aku masih ingat pengkhianatanmu waktu itu. Jujur, aku sangat hancur saat kulihat kau selingkuh dengan sepupuku sendiri. Tapi, tahukah kamu Rendra? Detik ini juga aku sudah ikhlas dengan semuanya. Tak ada dendam lagi di sini…” Aku menunjuk tepat di hatiku. “Di sini bukan lagi tempatmu, Ren. Aku bukan lagi bintangmu dan tidak akan pernah lagi menjadi bintangmu.”

“Aku mohon…,” pintanya memelas.

Lagi-lagi aku menggeleng, tegas. “Percuma, Rendra. Di hatiku tak ada lagi tempat untukmu. Kita sudah berakhir…. Sejak kau memutuskan memacari sepupuku.” Aku berusaha menghilangkan rasa sakit yang tiba-tiba muncul saat mengatakan kalimat itu. Kepingan memori setahun yang lalu muncul kembali. Menari indah di pikiranku, di depan mataku. Saat itu aku benar-benar hancur. Butuh waktu enam bulan untuk memperbaiki kepingan tersebut, bahkan mungkin hingga detik ini.

Aku tersenyum tipis ke arah Rendra, mantan kekasihku. “Rendra, terima kasih atas semua usahamu. Semoga kita bisa menjalin hubungan baik sebagai teman. Hanya sebatas teman, Rendra….”
**

Tidak ada komentar:

Posting Komentar